PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

MANDIRI PERDESAAN (PNPM - MP)

PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

 

Bangga Membangun Bersama Masyarakat

 

28/08/2008 09:31:53

Home
Lokasi
Rakor Propinsi
Cerita Lapangan
Personel Propinsi
Buku Tamu
Galeri Photo kegiatan

Tanggal : 28 Agustus 2008

Anda Pengunjung ke  :

Hit Counter

Allah tidak menerima Iman seseorang tanpa Amal Perbuatan, dan Allah tidak menerima Amal Perbuatan seseorang tanpa Iman (Hadist Tirmidzi)

 

 

 

PPK DIPERSIMPANGAN JALAN

(Oleh : Koordinator Provinsi Kalimantan Timur)

 

Berangkat dari kesadaran bahwa total investasi dana Pemerintah pusat dalam pembiayaan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) selama kurun waktu 7 tahun dalam 2 Fase pelaksanaan PPK fase I dan II yang telah berubah bentuk menjadi aset masyarakat yang berupa sarana/prasarana sosial-ekonomi dasar dan modal bergulir, sistem pembangunan partisipatif dan sistem kelembagaan di masyarakat, maka itu pemerintah meluncurkan PPK Fase III yang merupakan fase pamungkas yang didalamnya ada muatan kebijakan exit strategy program atau strategi alih kelola program. Yang menjadi pertanyaan sekarang sejauh mana kebijakan tersebut dilaksanakan.

Menyinggung aset program yang sudah tertanam selama pelaksanaan PPK yang menjadi  alasan tersebut diatas, salah satunya bisa kita lihat dari hasil pelaksanaan PPK di Kalimantan Timur.

Selama kurun waktu 3 tahun pelaksanaan PPK fase II (2003-2005), di provinsi Kalimantan Timur, telah dapat kita lihat hasil yang telah dicapai menyangkut berbagai perubahan yang terjadi dimasyarakat dan penentu kebijakan di daerah. Perubahan yang dimaksud antara lain menyangkut perilaku masyarakat dan paradigma pengambilan kebijakan politik kepala daerah, partispasi mayarakat dan pemerintah daerah dalam pembiayaan program.              

Berbagai tanggapan atau reaksi dari pemerintah daerah dan masyarakat terhadap pelaksanaan PPK di daerah, dapat dilihat pada saat pelaksanaan PPK fase II digulirkan yang menawarkan skema pembiayaan yang dikenal dengan Matching Grant, dimana daerah yang membiayai dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang untuk membiayai kegiatan masyarakat itu sedangkan pemerintah pusat yang membiayai ongkos pendampingan oleh konsultan/fasilitator dan Dana Opersional Kegiatan (DOK) yang disediakan untuk membiayai proses perencanaan, insentif tenaga pendamping lokal, fasilitator desa dll.  Berbicara tentang respon daerah ketika adanya penawaran skema pembiayaan program tersebut, disambut cukup positif dan merata hampir di semua provinsi lokasi PPK, dan khususnya di provinsi Kalimantan Timur pola Matching Grant tersebut telah dilaksanakan di 3 kabupaten, di 3 kecamatan dengan nilai total dana Rp4,5 milyar atau 20% dari total dana BLM Full Grant (Rp22,5 Milyar) yang dialokasikan selama 3 tahun pelaksanaan itu.

Selama 3 pelaksanaan PPK di Kalimantan Timur telah banyak terjadi perubahan yang berarti di masyarakat, mulai dari partisipasi selama proses perencanaan hingga pelaksanaan, kalau pada tahun pertama awal pelaksanaan PPK partisipasi masyarakat relatif susah  untuk hadir didalam musyawarah di desa atau di kecamatan tetapi pada tahun kedua dan ketiga berangsur-angsur tumbuh kesadaran mereka untuk aktif ikut serta dalam setiap tahapan musyawarah karena sesungguhnya semuanya itu untuk memperjuangkan kepentingannya. Kejadian diawal pelaksanaan tahun pertama itu karena sebelumnya mereka dimanjakan oleh pemberian biaya kompensasi dari berbagai perusahaan penambang atau pemegang Hak Penebangan Hutan (HPH) yang beroperasi di lingkungan sekitarnya.

Perubahan lain yang terjadi di masyarakat yaitu adanya kesadaran berswadaya, kalau sebelumnya masyarakat lebih senang memposisikan dirinya menjadi tangan yang dibawah tetapi pada saat mereka melaksanakan kegiatan yang didanai PPK, mereka berubah menjadi posisi tangan diatas, karena selama PPK fase II dilaksanakan di Kalimantan Timur, masyarakat telah membelanjakan sebagian rejekinya untuk swadaya senilai lebih dari Rp3 milyar, jumlah ini adalah total swadaya di 3 kabupaten selama 3 tahun pelaksanaan.

Memasuki pelaksanaan PPK Fase III pada tahun 2006, andai saja tidak ada alasan adanya keterbatasan dana pemerintah pusat, niscaya 15 lokasi kecamatan di Kalimantan Timur dan ratusan kecamatan di lokasi provinsi lain akan ikut berpartisipasi. Fenomena ini tidak dapat diabaikan begitu saja, dengan kata lain bahwa PPK sudah mendapatkan respon yang positif dari pemerintah daerah dan masyarakat.

Ketika usulan daerah tidak semua dapat berpartisipasi di PPK Fase III maka ada sebagian daerah kemudian mengalokasikan dananya untuk membiayai program daerah yang mengadopsi mekanisme dan prinsip PPK, hal tersebut juga terjadi Kalimantan Timur yaitu di kabupaten Bulungan dan Berau. Jika di kabupaten Bulungan terdapat program daerah yang dinamai PPMD kepanjangan dari Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, dengan total nilai dana APBD yang dialokasikan untuk 13 kecamatan itu sebesar Rp15.600.000.

Lain hal yang dilakukan pemerintah kabupaten Berau, ketika daerah ini masih mempunyai hutang satu tahun untuk mendanai satu kecamatan Matching Grant untuk tahun ketiganya, karena daerah ini baru berpartisipasi untuk Matching Grant pada PPK fase II siklus 5 (tahun kedua), maka ketika tidak ada lagi bantuan pendampingan dan DOK dari pusat, maka seluruh dana dari mulai  BLM, DOK dan pendampingan konsultan/fasilitator di tanggung oleh ada APBD, total dana yang dialokasikan sebesar Rp500 juta ditambah dengan DOK sebesar Rp178 juta. Selain itu pada tahun 2006 ini ada insentif tambahan untuk pelaku-pelaku masyarakat antara lain pendamping lokal, kader desa, ketua dan sekretaris MAD, TPK, kades dll, senilai Rp172,3 juta untuk satu tahun.

Dari kenyataan tersebut diatas maka kalau dikalkulasi secara nasional berapa banyak investasi yang sudah tertanam baik dari dana pusat, daerah maupun masyarakat dan jumlah aset program yang dihasilkan dari investasi tersebut. Tengok saja besarnya pinjaman pemerintah pusat kepada Bank dunia untuk membiayai PPK fase II saja, yaitu senilai 320,8 juta dolar US dan 40 juta Euro, kalau di kurskan ke rupiah dengan asumsi 1 dolar dan 1 Euro masing-masing Rp9.500 dan Rp11.800 maka totalnya sekitar Rp3,2 Trilyun. Jika ditambahkan dengan kontribusi pemerintah daerah dan masyarakat anggap saja 30% maka total investasi menjadi sekitar Rp4,1 Trilyun.

Hasil investasi tersebut pada satu sisi memang ada perubahan positif yang membanggakan disisi lain kondisi yang ada masih cukup rentan terhadap perubahan politik lokal dan mutasi pejabat, maka itu kebijakan alih kelola yang dicanangkan pemerintah pusat pada PPK fase III ini tidak cukup hanya dengan melibatkan daerah dalam pembiayaan program tanpa di sertai dengan pengambilan kebijakan politik dipusat dan penyiapan petunjuk operasional yang detail sebagai rambu-rambu sebagaimana ketika program ini dilaksanakan, ada petunjuk operasional semacam PTO dll, jika hal tersebut tidak dilakukan tentunya yang akan terjadi akan berbeda dengan skenario program, dan yang paling fatal kalau kondisi kembali ke titik nol, daerah kembali ke pola pembangunan yang non partisipatif.

Karena itu dukungan politik nasional dalam rangka alih kelola program dirasakan sangat diperlukan agar kebijakan itu dapat mendarat mulus sebagaimana yang dicita-citakan. Dukungan politik yang dimaksud antara lain adanya keharusan daerah untuk mengalokasikan APBD-nya untuk pembiayaan program pembangunan pola partisipatif sebagai wujud tanggung jawab pemerintah daerah dalam rangka menjaga keberlanjutan aset PPK dan program-program lain yang semacam. Dan untuk menghindarkan terjadinya kevakuman ketika terjadi mutasi pejabat maka sebaiknya ada semacam badan koordinasi mungkin semiliar dengan BKKBN yang menangani Program Keluarga Berencana dan atau mengefektifkan keberadaan Koordinasi Penangulangan Kemiskinan (KPK) yang di setiap daerah.

Mengingat besarnya investasi negara ini membiayai program ini yang nota bene biaya itu diperoleh dari hutang luar negeri yang harus dibayar oleh kita dan anak cucu kelak, maka jangan sampai kita sebagai pendahulu dari generasi mendatang melakukan kecelakaan sejarah, yang semakin memperpanjang deretan dosa sejarah yang sudah ada. Janganlah cerita bahwa PPK diakui dunia dan sudah direplikasi di beberapa negara, nantinya hanya tinggal legenda dan ironisnya kita balik menimbah pengalaman atau ilmu dari mereka, seperti halnya yang terjadi pada dunia pendidikan kita, kalau sebelumnya orang malaysia belajar dan mengimpor guru-guru dari Indonesia tetapi kondisi yang terjadi sekarang kita yang belajar kesana dan mengimpor pendidik-pendidik dari mereka.

Atau jangan seperti kisah yang lain, yaitu saat Kamboja mulai membangun negerinya setelah hancur lebur akibat kekacauan politik dan perang saudara, mereka itu datang ke Indonesia untuk belajar menata negara salah satunya tentang perencanaan pembangunan partisipasif, dan apa yang terjadi saat sekarang bahwa mereka telah lebih berhasil mengimplementasikan model pembangunan tersebut, setidaknya kenyataan itu telah disaksikan sendiri dan diakui oleh Team Leader KM Nasional saat menyertai kunjungan TKPPK Pusat ke negara itu, 2 tahun silam.    

Selagi masih ada waktu untuk berbuat yang terbaik untuk negeri ini, dan supaya kita tidak dihujat oleh anak cucu atau mendapatkan stempel dari mereka sebagai pendahulu yang hanya bisa memulai sesuatu dengan baik tetapi tidak pernah dapat mengakhirinya dengan baik pula, maka itu janganlah dibiarkan niat mulia kita untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia dan mengembalikan kedaulatan rakyat melalui cara menjaga kesinambungan pelaksanaan pembangunan yang berbasis masyarakat ini, menjadi terhenti di persimpangan jalan, tidak ada kepastian kemana akan melangkah ...... .

(Kembali Ke halaman depan )     (Kembali Ke halaman Artikel)

Home | Lokasi | Rakor Propinsi | Cerita Lapangan | Personel Propinsi | Buku Tamu | Galeri Photo kegiatan

KANTOR MANAJEMEN PROVINS

JL. KEANGAN I  NO 67A SAMARINDA

PHONE / FAX : 0541-7772515, e-MAIL : ppk_kaltim@yahoo.co.id

Design Website PPK Propinsi Kalimantan Timur By TrySetya.Corp
Last updated: 05/18/08.